Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan etode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik. Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori koherensi, korespondesi pragmatis, dan teori intersubjektif.
Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji.
Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.
Kebenaran pengetahuan (dalam hal ini ‘agama Islam’) dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan berkembang.
Selanjutnya untuk menjawab permasalahan yang telah disebutkan di pendahuluan yakni tentang perendahan, pencemoohan dan sikap skeptis terhadap kebenaran ajaran Islam, epistemologi dapat berperan. Yang mana diantara fungsi epistemologi yaitu untuk membuktikan kebenaran dan disini tentang kebenaran ajaran agama Islam dengan objek kajiannya adalah wahyu. Untuk itu perlu kiranya untuk mengadakan suatu perbandingan antara science dan ajaran agama Islam yang ilmiah.
Seorang asisten Tycho Brace bernama kepler, ia menerima teori Copernicus, yaitu teori bahwa semua planet bergerak mengelilingi matahari dan matahri sebagai pusatnya. Tetapi perbedaannya bentuk lintasan planet itu ellips. Suatu ketika matahari berada pada fokus F1 dan pada saat lain pada fokus F2. Jadi, kedudukan matahari tidak diam pada satu titik saja, tetapi bergerak atau berjalan dari satu tempat (F1) ke tempat lain (F2). Keadaan ini, sesuai firman Allah swt. Pada surat Yasin ayat 38:
ߧôJ¤±9$#ur “Ì�øgrB 9h�s)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ã�ƒÏ‰ø)s? Í“ƒÍ•yèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ
Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
Ø Teori Ledakan Dahsyat (Big Bang)[2]
Teori Ledakan Dahsyat (Big Bang) itu menunjukkan bahwa pada awalnya, semua obyek di alam semesta merupakan satu bagian dan kemudian terpisah-pisah. Kenyataan ini, yang ditunjukkan dengan teori Ledakan Dahsyat, dinyatakan dalam Al-Qur'an 14 abad lalu, ketika manusia masih memiliki pengetahuan yang amat terbatas tentang alam semesta:
Tidakkah orang-orang kafir mengerti bahwa langit dan bumi semula berpadu (sebagai satu kesatuan dalam penciptaan), lalu keduanya Kami pisahkan? Dari air Kami jadikan segalanya hidup. Tidakkah mereka mau beriman juga? (Surat al-Anbiyaa', 30)
Seperti yang dinyatakan dalam ayat tersebut, apa saja, bahkan di 'langit dan bumi' yang belum tercipta sekalipun, diciptakan dengan suatu Ledakan Dahsyat dari suatu titik tunggal, dan membentuk alam semesta yang sekarang ini dengan saling terpisah.
Jika kita bandingkan pernyataan ayat itu dengan teori Ledakan Dahsyat, maka kita mengetahui bahwa ayat itu sepenuhnya cocok dengan teori tersebut. Namun, baru pada abad ke-20, Ledakan Dahsyat dikemukakan sebagai teori ilmiah dengan disusul oleh sebuah penelitian oleh Arno Penzias dan Robert Wilson pada tahun 1965 dan penelitian oleh NASA pada tahun 1989 dengan Satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke ruang angkasa untuk meneliti radiasi latar kosmos. Meluasnya alam semesta itu merupakan salah satu bukti terpenting bahwa alam semesta diciptakan dari ketidakadaan. Meskipun kenyatan ini tidak ditemukan oleh ilmu pengetahuan sampai abad ke-20, Allah telah menjelaskan kepada kita kenyataan ini dalam Al-Qur'an, 1.400 tahun silam:
uä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYø‹t^t/ 7‰&‹÷ƒr'Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅ™qßJs9 ÇÍÐÈ
Dengan kekuasaan Kami membangun cakrawala, dan Kami yang menciptakan angkasa luas. (Surat adz-Dzaariyaat, 47)
Seperti yang jelas terlihat, teori Ledakan Dahsyat membuktikan bahwa alam semesta 'diciptakan dari ketiadaan', dengan kata lain, diciptakan oleh Allah. Karena alasan inilah, para astronom penganut materialisme tetap bersikukuh mempertahankan teori Ledakan Dahsyat dan teori keadaan-tetap. Hal ini ditunjukkan oleh A. S. Eddington, seorang pakar fisika terkemuka penganut materialisme: "Secara filosofis, saya tidak menyukai gagasan tentang permulaan yang spontan untuk tata alam yang sekarang ini."[3]
Ø Potensi DNA[4]
Rantai yang tersusun dari atom yang berbaris berdampingan, yang masing-masing bergaris tengah sepersejuta milimeter ini, menyimpan informasi dan memori dalam jumlah yang sangat besar sehingga dapat digunakan makhluk hidup untuk menjalankan seluruh fungsi kehidupannya. Ini adalah bukti penciptaan. Dengan informasi yang diletakkan-Nya di dalam DNA, Allah sekali lagi menghadirkan kekuatan-Nya yang tidak terbatas dan fakta bahwa Dia tidak punya sekutu di dalam mencipta. Pengetahuan Allah yang tidak terbatas dinyatakan dengan perbandingan sebagai berikut di dalam QS. Al Kahfi, 18: 109:
@è% öq©9 tb%x. ã�óst7ø9$# #YŠ#y‰ÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 ’În1u‘ y‰ÏÿuZs9 ã�óst6ø9$# Ÿ@ö7s% br& y‰xÿZs? àM»yJÎ=x. ’În1u‘ öqs9ur $uZ÷¥Å_ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YŠy‰tB
Katakanlah: “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”.
Ø Fitrah Manusia
Salah satu fitrah manusia (baik itu muslim maupun non-muslim) tidak menghendaki adanya kerusakan. Hal tersebut sangat sesuai dengan firman Allah dalam surat Al- A`raf ayat 56:
Ÿwur (#r߉šøÿè? †Îû ÇÚö‘F{$# y‰÷èt/ $ygÅs»n=ô¹Î) çnqãã÷Š$#ur $]ùöqyz $·èyJsÛur 4 ¨bÎ) |MuH÷qu‘ «!$# Ò=ƒÌ�s% šÆÏiB tûüÏZÅ¡ósßJø9$#
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A’raf: 56)
Ø Kelemahan Manusia
Pernahkah Kita berpikir, mengapa meski memiliki seluruh sifat yang unggul ini manusia memiliki tubuh yang sangat rentan, yang selalu lemah terhadap ancaman dari luar dan dalam? Mengapa begitu mudah terserang mikroba atau bakteri, yang begitu kecil bahkan tidak tertangkap oleh mata telanjang? Mengapa ia harus menghabiskan waktu tertentu setiap harinya untuk menjaga dirinya bersih? Mengapa ia membutuhkan perawatan tubuh setiap hari? Dan mengapa ia bertambah usia sepanjang waktu?
Manusia menganggap semua kebutuhan ini adalah fenomena alami. Namun, sebagai manusia, keperluan perawatan tersebut memiliki tujuan tersendiri. Setiap detail kebutuhan manusia diciptakan secara khusus. Ayat "manusia diciptakan dalam keadaan lemah" (QS. An-Nisaa’, 4: 28) adalah pernyataan yang jelas dari fakta ini.
Penggalan berita lain yang disampaikan Al Qur'an tentang peristiwa masa depan ditemukan dalam ayat pertama Surat Ar Ruum, yang merujuk pada Kekaisaran Bizantium, wilayah timur Kekaisaran Romawi. Dalam ayat-ayat ini, disebutkan bahwa Kekaisaran Bizantium telah mengalami kekalahan besar, tetapi akan segera memperoleh kemenangan.
$O!9# ÇÊÈ ÏMt7Î=äñ ãPr”�9$# ÇËÈ þ’Îû ’oT÷Šr& ÇÚö‘F{$# Nèdur -ÆÏiB ω÷èt/ óOÎgÎ6n=yñ šcqç7Î=øóu‹y™ ÇÌÈ ’Îû ÆìôÒÎ/ šúüÏZÅ™ 3 ¬! ã�øBF{$# `ÏB ã@ö6s% .`ÏBur ߉÷èt/ 4 7‹Í³tBöqtƒur ßyt�øÿtƒ šcqãZÏB÷sßJø9$# ÇÍÈ
"Alif, Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang)." (Al Qur'an, 30:1-4)
Ayat-ayat ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia, ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut kemenangan kembali.[6]
Sekitar tujuh tahun setelah diturunkannya ayat pertama Surat Ar Ruum tersebut, pada Desember 627 Masehi, perang penentu antara Kekaisaran Bizantium dan Persia terjadi di Nineveh. Dan kali ini, pasukan Bizantium secara mengejutkan mengalahkan pasukan Persia.[7] Akhirnya, "kemenangan bangsa Romawi" yang diumumkan oleh Allah dalam Al Qur'an, secara ajaib menjadi kenyataan.
[1] Herabudin, Ilmu Alamiah Dasar,(Bandung: CV. Pustaka Setia,2005), h. 18
[3] Diceritakan kembali dalam Jaki, S. (1980) Cosmos and Creator Regnery Gateway, Chicago
[4] Harun Yahya.2004.Pesona di Alam Raya © Harun Yahya Internasional 2004.
[6] Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.
[7] Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299
Posting Komentar
Terimakasih atas komentarnya^_^