0
Sebuah peradaban akan menurun apabila demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal yang utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah  masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. (Ratna Megawangi: 2007)

Nilai-nilai moral harus benar-benar  ditanamkan dalam hati sanubari seseorang, karena hatilah yang dapat menentukan pola pikir dan perilaku jasad kita. Yang menjadi objek persoalan akhlak adalah qalbu manusia. Qalbu ini memunculkan  sifat-sifat, kehendak-kehendak, kecenderungan-kecenderungan untuk melakukan suatu perbuatan, dan menjadi pusat yang mengendalikan gerak seluruh anggota badan.[1] Pernyataan tersebut senada dengan sabda Rasulullah saw.: “Dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila ia baik maka baiklah badan itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Sepotong daging itu adalah hati.”–HR. Bukhari dan Muslim–
Russel Williams menggambarkan karakter laksana “otot”, yang akan menjadi lembek jika tidak dilatih. Dengan latihan demi latihan, maka “otot-otot”
karakter akan menjadi kuat dan akan mewujud menjadi kebiasaan (habit). Orang yang  berkarakter tidak melaksanakan suatu aktivitas karena takut akan hukuman, tetapi karena mencintai kebaikan (loving the good). Karena cinta itulah,


[1] Dadan Nurulhaq. Akhlak Tasawuf. (Bandung: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. 2009)hal. 2

Posting Komentar

Terimakasih atas komentarnya^_^

 
Top